Ganteng Ganteng Pendaki Galau 1: Cinta Buta

Sometimes I start to wonder, was it just a lie?
If what we had was real, how could you be fine?
‘Cause I’m not fine at all

“Udah hampir seminggu gue menye-menye begini terus. Kayaknya gue harus ngapa-ngapain, nih!” kata gue sambil manyun-manyunin bibir sok unyu.

“Ngapain?” tanya Ardo, sahabat gue yang paling setia nemenin gue kemana-mana. Mungkin karena doi pengangguran.

“Naik gunung sendirian, kali ya? Belum pernah nih gue…” jawab gue.

“Kalau ngomong tuh ditaker, lo sendiri yang bilang kalau naik gunung gak ada temennya itu bahaya!” kata Ardo sambil ngeliatin gue.

“Ah, tapi gue galau mulu nih! Ah, cewe sialan!” gue mengumpat-umpat.

“Lagian lu, cewe udah punya pacar, lo taksir. Udahlah, jangan galau lagi, ngumpul aja yuk sama anak-anak?” ajak Ardo.

“Tapi dia juga naksir gue, Do! Gue yakin! Waktu gue bilang sayang dia…. dia…..” gue meratap, hampir nangis.

“Dia bilang sayang balik?”

JLEB.

“Ardo mulutnya astaga….”

“Dia bilang sayang balik gak???? Gue tanya, nyet!”

“Dia… selalu diem aja sih…. Gimana ya???”

“HAHAHAHAHAAHHHA”

Kemudian Ardo gue cekik sampe mati.

***

The pictures that you sent me they’re still living in my phone
I’ll admit I like to see them, I’ll admit I feel alone
And all my friends keep asking why I’m not around
It hurts to know you’re happy, yeah, it hurts that you’ve moved on
It’s hard to hear your name when I haven’t seen you in so long
It’s like we never happened, was it just a lie?
If what we had was real, how could you be fine?

“ARGGGH!”

Hampir semua penumpang kereta disekeliling ngeliatin. Lupa gue kalau lagi pake headset. Dan malah heboh teriak-teriak.  Asli, lagu Amnesia dari 5 Seconds of Summer bener-bener nancep. Plis! Bikin gue lupa ingatan tentang lo!

“Mas, masnya baik-baik aja?” tanya Ibu-ibu di samping gue sambil nyodorin tissue. Gue kaget, sampai gak sadar kalau ada air hangat yang mengalir di pipi.

“Makasih, Bu. Maaf ya, tadi ngagetin….” jawab gue. Menerima kebaikan Ibu tadi sembari memberikan senyum terpahit gue.

“Masalah cinta ya, Mas?” dan gue baru ngeh, bukan Ibu-ibu namanya kalo gak kepo.

“Oh bukan bu, piaraan saya mati, saya sedih aja….”

“Wah, saya juga punya piaraan lho, Mas! Mas miara apa? Bla bla bla……..”

Diem-diem gue kerasin lagi suara musik di headset. Dan balik lagi menikmati goncangan kereta, pemandangan yang bergerak lebih cepat, Ibu sebelah yang ngecuprus semaunya, hati yang masih goyah, dan mata yang mulai berkaca-kaca.

***

If today I woke up with you right beside me
Like all of this was just some twisted dream
I’d hold you closer than I ever did before
And you’d never slip away
And you’d never hear me say

“Candra, gue pusing begini terus….” genggaman tangan Raina mengendur. Gak lagi sehangat dan sekencang dulu.

“Maksudnya?” jawab gue pura-pura gak tau. Gue gak mau berspekulasi. Gue mencoba untuk gak sakit hati.

“Lo tau kan gue masih ada si Willy…? Salah gue sih, kenapa gue nanggepin lo dulu…” kali ini Raina malah melepaskan genggamannya, sambil berkaca-kaca.

“…..tapi…. gue sayang sama lo, Ra…” gue terbata-bata. Mencoba nahan air mata.

“Iya, gue tau….”

Gue memberanikan diri menggenggam tangan Raina. Gue menguatkan diri.

“Tapi selama ini, lo juga sayang sama gue….., kan?”

“Gue gak tau…. Gue gak bisa jawab.” Perlahan tubuh Raina memudar.

“Oke gini deh….” gue makin menguatkan hati.

“Bisa gak lo bilang kalo… selama ini lo gak sayang sama gue? Kalo selama ini lo gak nyaman sama gue? Kalo selama ini lo gak suka ada gue di sekeliling lo…”

“Bisa… gue cuma gak tega.” tubuh Raina mulai menghilang.

Jawaban Raina membuat hati gue terasa dingin.

“Ra….. lo…..” gue gak bisa nahan tangis. Megenggam semakin erat tangan orang yang gue sangat sayangi akhir-akhir ini.

“Ra…… tapi kita…..”

Perasaan dingin itu menjalar ke tangan, dan mulai menjalar ke muka. Sampai-sampai gue bisa merasakan bekas aliran air yang dingin di pipi. Raina semakin menghilang. Raina pergi. Raina berlari dan loncat ke jurang. Gue menarik tangannya…. tapi dia gak bisa gue sentuh… dan….

“RA!!!!”

***

I wish that I could wake up with amnesia 
And forget about the stupid little things 
Like the way it felt to fall asleep next to you 
And the memories I never can escape 
‘Cause I’m not fine at all

02:00am

15 derajat Celcius.

Gue terjaga dari mimpi yang selalu menghantui malam-malam belakangan ini. Menatap malas seisi tenda.
Gue gak nyangka ternyata Mandalawangi bisa sedingin ini. Gila, dinginnya menusuk-nusuk sampai ke jantung. Sama kayak kenangan bareng Raina yang mulai melintasi kepala gue satu per satu. Membuat gue semakin kedinginan.

Kenangan waktu kami makan Ayam Bakar kuning dan sambelnya nyemprot kemeja gue, dia ngakak. Gue suka banget sama giginya yang putih berbehel itu. Kenangan waktu tengah malem pergi ke kosannya, membawakan kebab xtra large, makanan kesukaannya, iya, kami sama-sama doyan makan, gue ke sana diem-diem sok surprise dengan riang gembira meskipun masih ngantuk, tapi malah di surprise-in balik karena doi gak ada di lokasi, dan berakhir dikirimin sticker LINE nangis-nangisan karena dia lagi nginep kosan temennya. Tapi gue tetep suka.

Waktu gue pertama kali pegang tangannya. Deg-degan banget rasanya. Apalagi waktu menatap matanya, gue gak sanggup ngeliat dia lama-lama. Terus Raina mulai tersenyum. Senyum yang paling gue suka. Senyum manis banget yang selalu bisa bikin gue salting dan melting. Apalagi waktu kami nyanyi bareng. Gue suka Ariana, dia suka Mariah Carey. Berdebat soal siapa yang lebih berbakat. Suaranya gak bagus-bagus amat, tapi gue suka. Apapun tentang Raina gue suka.

Waktu kami ngedit foto instagram bareng-bareng, waktu gue megang tangannya pas nonton, waktu dia meluk perut gue di atas motor, waktu dia pengen banget makan martabak, waktu dia ngirim sticker LINE yang menandai kalau dia kangen, pas gue lagi di gunung, meskipun gak bilang kangen.

Semua kenangan gue sama Raina standar banget. Tapi gue menikmati setiap moment bareng dia. Bersamanya, gue bahagia tanpa cela. Bersamanya, gue kehilangan segala lelah. Berdua dengannya, adalah kebahagiaan gue yang paling sempurna.

“Lo kedinginan, ya? Sini gue peluk.” kata Raina, sambil melingkarkan tangannya ke leher gue. Meluk gue dari belakang.

“Tapi… lo gak nyata, Ra….”

Gue menenggelamkan diri dalam Sleeping Bag lagi. Mencoba menghalau udara dingin yang terus menusuk tubuh gue. Meskipun gue tau, bukan udara dingin yang akan membuat gue membeku, tapi perasaan kehilangan. Meskipun gue udah menyiapkan hari ketika kehilangannya, tapi gue ternyata gak siap, gak pernah siap…..

Dan air mata gue meleleh lagi.

https://www.instagram.com/p/BIJcExqA5H1/?taken-by=acentris

‘Cause I’m not fine at all
No, I’m really not fine at all
Tell me this is just a dream
‘Cause I’m really not fine at all

Gue duduk sendirian menatap warna lembayung langit Mandalawangi pagi ini. Semburat cahaya matahari mulai muncul diantara pepohonan gelap. Gue membelai lembut bunga Edelweiss yang ada di sekitar. Merasakan embun yang dingin tapi segar.

“Eh eh, minta tolong mas itu fotoin yuk!”

Tiba-tiba suara berisik khas cewe-cewe kalau lagi ngumpul beredar di sekitar jangkauan telinga gue. Ah, ni cewe-cewe gangguin kegalauan gue aja.

“Ah, malu gue! Na, tolongin dong!”

Kemudian mereka terdengar cekikikan lagi. Dan gue merasakan derap langkah kaki serombongan manusia menuju ke arah gue. Males banget deh. Gak tau apa ada jomblo sedih lagi galau.

“Mas……” sentuhan lembut gue rasakan di pundak. Perlahan gue membalikkan badan.

“Boleh minta tolong ambilin fo…..”

Dia terdiam. Gue mematung.

RAINA!

 

***

Baca kelanjutannya di Ganteng Ganteng Pendaki Galau: Jatuh Cinta 2

***

Disclaimer:
 
Seperti yang ada di sinetron-sinetron, cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, lokasi, dan jalan cerita yang banyak dramanya, tentu aja karena disengaja. Apabila ada kejadian yang dirasa sama, jangan tersinggung, bukan berarti saya sedang nyinyirin anda, bisa jadi nasib kita sama.

Tengs.

39 thoughts on “Ganteng Ganteng Pendaki Galau 1: Cinta Buta”

  1. Cen…tanemin posthink dah…
    Anggep idup lo spt muncak raung…ada banyak puncak…keren2 pula….dan untuk kesana…lo tau rasanya….tp ujung dr semua…puncak sejati khan…
    Cen….bangkit….masih bnyak dibawah sanah yg mau….masih ada seseorang yg setia nunggu lo dateng….jangan cuman krn ulah satu cewe lo jd "bencong" gene…
    Narimo ing pandum dab…lo lelaki…dan idup itu indah…

  2. Fiksi ntuh yg d tunggangi anak muda jaman skg kalo pas car freeday….kalo raina……ehm….gag jd ah…..

  3. Jangan jangan ini pengalaman pribadi…. BTW Moodnya dapet banget bang, keren. Fiksi jadi kaya pengalaman pribadi yg dijadiin fiksi. Gue kok curiga ya bang?

  4. Fitriza Romly

    Jadi, galau di twitter bersambung ke blog? Apapun, good story.
    Oh ya, kalau lagi galau jangan ke gunung, Oom. Tapi ke Yang punya gunung, you know Who 🙂

    1. Fitriza Romly

      Kata dosen sastra bandingan gue; enggak ada cerita fiksi yang benar-benar fiksi, pasti ada aja yang menyandur pengalaman si penulis, teman si penulis atau siapanya penulis. Ya, walaupun koar-koar sana sini ini cerita fiksi, pasti ada-lah cerita barang sedikit dari kisah lo, Oom. Entah itu yang mana :p

  5. Hega Traveler

    kalau FIKSI yang diangkat dari cerita nyata masuk akal gak kang??? hehehehehe
    abis ceritanya seperti lagu si Cita Cita *oupst kurang "ta" yah..* yang SAKITNYA TUH DITINI… 😀 Kena banget….

    oyah salam kenal kang.. kalau sempat mampir ke tempat kami juga yah,,
    Link Blog Traveler Lain – http://hegatraveler.blogspot.com/p/blog-page_8.html

    salam Hega

  6. Hanggono Okamura Silitonga

    Fiksi ga neh ? kerena amir

    mampir om ke perjalanan tibet – Everest gue di www.globepin.blogspot.com

  7. Kayanya makin galau, idenya makin keren.
    Moga galaunya diperpanjang ya, Mas.
    Ditunggu episode berikutnya, berikutnya dan berikutnya.

    -G-

  8. Dini Muktiani

    Bang bang, mendingan jadi cowok yang jomblo terus, atau jadi cowok yang galau terus?
    Sekian, bhay!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top