I was wondering if after all these years you’d like to meet
To go over everything
They say that time’s supposed to heal ya, but I ain’t done much healing
Detik demi detik terus bergerak.
Alunan lagu terbaru Adele, berjudul Hello, terus menerus terngiang di kepala Rendra. Ada risau dalam hati yang tak kunjung pergi. Ada gelisah dalam sebersit wajah yang meskipun terlindungi bayangan topi kesayangannya, takkan mampu menutupi.
“I have to find her…” gumamnya lirih. Sangat lirih. Hanya terdengar olehnya, hatinya, mungkin juga akan sampai kepada Tuhan.
Suara laju kereta memenuhi telinganya. Menambah dramatis bercampur dengan suara Adele yang bernyanyi melalui earphonenya. Tanpa terasa, air mata Rendra mengalir lembut dari matanya yang terpejam, jemarinya mengencang, dan pikirannya kembali ke masa lalu….
***
“So, how was it? You like it here?” tanya Rendra kepada wanita di sebelahnya. Wanita yang selama setahun ini menemaninya kemana-mana. Bahkan, mengikuti hobinya yang cukup berbahaya, mendaki gunung. Kali ini, mereka sedang duduk di atas hamparan rerumputan Puncak Gunung Andong. Ditemani desau angin.
“Indeed. Kenapa lo gak ajak-ajak gua kemari dah dari kemaren-kemaren. Heheh…” jawab Ilana, wanita dengan paras yang rupawan. Rambut panjangnya dia ikat membentuk ekor kuda.
“Hahaha, you know, cewek ribet!” lanjut Rendra sembari memasang muka mengejek Ilana, lalu menertawainya.
“Haha. Sialan lu!” gelak Ilana lalu mencubit Rendra selembut yang ia bisa.
“Auuuuchhh…”
***
When we were younger and free
I’ve forgotten how it felt before the world fell at our feet
Rendra kembali membuka matanya.
Mencoba menemukan dirinya diantara tumpukan kenangan yang terus menerus menjejali pikirannya. Hari-harinya. Bulan demi bulannya. Namun Ia tak sanggup menemukan dirinya lagi. Di puncak tertinggi Jawa Barat. Maupun di jalur gunung terpanjang di Pulau Jawa.
Rendra menutup lagi matanya. Menekan dadanya yang tak sakit secara fisik. Namun terasa amat perih di dalamnya. Kembali, kenangan menjejalinya.
***
“Eh, eh, Dani cakep banget yaaaaa…. Duh kumis lele-nya gak nahan deh. Gemes!” Ilana mengungkapkan kekagumannya kepada seseorang di sebrang tendanya. Yang ternyata tersenyum balik kepadanya.
“Ha? Dani yang mana?” tanya Rendra kebingungan sembari mencari-cari seseorang yang disebut Ilana.
“Itu yang itu….. Depan tenda oranyeeee. Lucu banget!” jawab Ilana girang. Sepertinya ia sangat senang.
“Oh yang itu….” ujar Rendra. “Kenal darimana dah?”
“Tadi pas gua ambil air di deket rumah kosong itu lho…. Eh gua kan gak sengaja ngobrol-ngobrol terus kenalan deh…….”
“Oh.. hehehe.” sambut Rendra datar. Ada sedikit rasa terbakar dalam hatinya. Meskipun dia belum yakin rasa apakah itu.
“Eh, tapi enak juga yang ngecamp di Kandang Badak ini. Banyak pendaki bla bla bla bla kya kya kya……”
Ocehan Ilana menjadi angin merdu yang merasuk ke dalam setiap pori-pori tubuh Rendra. Ia memperhatikan setiap detil wajah Ilana. Caranya berbicara. Wajahnya yang mengagumkan. Senyumnya yang menunjukkan detil gigi kelincinya yang lucu. Rendra hanya tak bisa mengalihkan pandangannya dari Ilana.
“Eh, Dani!” seru Ilana.
https://www.instagram.com/p/BQUGikUgK1T/?taken-by=acentris
Hello from the other side
I must’ve called a thousand times
“THE FUCK!”
Teriak Rendra mengejutkan penumpang kereta di sampingnya. Tubuhnya mengejang. Tangannya mengepal. Mukanya memerah. Tangis tertahan sangat terlihat dari raut wajahnya. Meskipun terkejut, penumpang di sebelahnya tak berani menyapa lelaki berperawakan kekar itu.
Rendra kembali mengendurkan badannya. Bersandar pada jendela kereta yang terus menampilkan pemandangan hijau yang bergerak cepat. Semakin cepat. Lalu menjelma kenangan buruk bagi Rendra….
***
“LANA! Gua udah bilang lo gak usah pergi! Kenapa ngeyel sih?” tiba-tiba Rendra berteriak. Dia sendiripun terkejut dengan teriakannya kepada sahabatnya, yang juga satu-satunya wanita, yang ternyata ia cintai.
Meskipun bibirnya tak mampu bicara, tetapi hatinya selalu merindukan Ilana. Matanya selalu memperhatikan setiap gerak gerik Ilana.
“You should allow me to go! Lo kan sahabat gua. Kenapa gak dukung sih?” Ilana balik berteriak.
“Tapi orang tua lo gak dukung. Mereka melarang lo. Gua juga gak dukung. Kondisi gunung lagi gak aman. You know it!” ujar Rendra sedikit mereda. Menunjukkan kasih sayangnya kepada Ilana.
“Yaelah, Ndra, cuma gunung Prau kok…. Lo lebih tau lah, gunung itu gak terlalu bahaya, kan?” ujarnya meremehkan.
Rendra tercenung. Ada rasa penyesalan yang merasuk ke relung jiwanya. Karena mengajak wanita yang hanya menganggap sahabatnya itu masuk ke dunianya. Dunia pendakian gunung. Hingga tanpa disangka wanita itu menjadi seperti keranjingan.
Padahal, dunia pendakian sudah tak menjadi prioritas Rendra, sejak ia memutuskan untuk menjadikan Ilana sebagai pelabuhan hatinya yang utama.
“But you can wait, kan?” tanya Rendra lebih lembut lagi.
“Gunung gak akan kemana-mana….” lanjutnya.
“Tapi gua harus pergi sekarang. Gua udah janji sama Dani. And i bet he can take care of me.”
DEG.
“Tapi Lana, gunung gunung di Jawa tengah lagi gak bagus cuacanya. Belum lagi ada gosip kebakaran dimana-mana. Banyak juga pendaki hilang, kebakar, apalah apalah… Please lah gak usah pergi….” lanjut Rendra, terus berusaha agar Lana menghentikan niatnya.
“Lo mustinya dukung gua Ren! Lo mustinya ijinin gua! Lagian gua kan ada Dani. Dia pasti bisa jagain gua kok!”
“Gua tau tapi… Bukan cuma Dani yang sayang sama lo!”
PLAKK!!
Sebuah tamparan keras mendarat mulus ke pipi Rendra.
“Kita udah pernah bicarain ini, Rendra Datmaja. With or without your permission, im going.”
Lana berlalu darinya. Menghilang dalam angan angan manis Rendra.
***
5 Orang Pendaki Menghilang Di Gunung Prau.
Sejak Sabtu kemarin, 5 Orang pendaki yang bernama Ilana, Dani, Wahyu, Dwi dan Kristi mengaku terjebak di Gunung Prau karena cuaca buruk. Namun bla bla bla bla….
“ILANA!”
Jerit Rendra tertahan dalam perjalanan pulangnya dari kantor ketika membaca sebuah berita di ponsel pintarnya.
Rasa tak percaya membuatnya terus menerus membelalakkan mata. Menelusuri laman demi laman di situs berita yang memuat semua berita tentang Ilana.
Badannya bergetar. Hatinya juga tak kalah berdegup kencang. Ilana, pujaan hatinya. Menghilang dalam dunia yang ia perkenalkan kepadanya.
“Gua harus ke sana. Gua harus cari Ilana.”
“Gua udah bilang apa Ilana, gua udah bilang apa….” ratap Rendra kini. Tanpa bisa melakukan apapun.
“Gua harus cari dia!”
***
Hello from the outside
At least I can say that I’ve tried
To tell you I’m sorry for breaking your heart
Rendra menapakkan kakinya menuju basecamp Gunung Prau. Mencoba mencari informasi tentang para pendaki hilang yang dikabarkan berita. Mencoba mencari Ilana.
Tanpa disangka-sangka. Ia melihat tiga tubuh dalam balutan body bag membujur kaku di lantai basecamp.
Hatinya berdegup kencang.
Ia ingin mendekati tubuh tubuh tersebut namun raganya tak ingin bergerak sedikit pun dari tanah yang ia pijak sekarang.
Orang-orang berlalu lalang di sekitar tubuh tubuh kaku tersebut.
“Pak, itu….” tanya Rendra kepada salah seorang warga yang melintas di hadapannya.
“Nggih, mas?”
“Itu yang pendaki hilang kemarin Pak?”
“Nggih, mas. Sudah meninggal. Ketemu di balik bukit. Mati kaku kedinginan semua.” jawab bapak tersebut
DEG.
Semoga bukan Ilana. Batin Rendra. Ia menggigit keras bibirnya. Pertanda kecemasan telah memuncaki pikirannya.
Akhirnya Rendra menggerakan kakinya. Melangkah menuju tiga jenazah yang masih terbungkus dalam body bag berwarna oranye.
“Pak….” suara Rendra bergetar.
“Saya boleh lihat?” lanjutnya sambil menunjuk mayat-mayat tersebut.
“Silahkan mas, apa mereka temen-temen mas?
Rendra bergeming. Lalu bergerak lagi. Membuka perlahan body bag pertama. Muncul wajah seorang wanita yang tak dikenalinya.
Ia lalu beralih ke body bag kedua. Perlahan ia membukanya. Betapa terkejutnya ketika dia melihat wajah seseorang yang cukup dikenalnya.
Dani. Pacar Ilana.
Ada rasa lega bercampur perasaan bersalah menyelimuti hatinya.
“Semoga bukan kamu, Lan. Semoga kamu masih hidup. Semoga bukan kamu…”
Tanpa sadar Rendra merepet. Bergumam. Memanjatkan doa doa sebelum ia beralih membuka body bag ketiga.
Detik demi detik ia habiskan dengan meragukan dirinya untuk melihat jenazah terakhir.
Perlahan ia membukanya.
Melihat sepasang alis yang ia kenali. Melihat sepasang mata yang ia rindukan.
Saat ia melihat lagi seraut wajah yang ia kenali memucat, seraut wajah yang selalu muncul dalam mimpi-mimpinya terpejam dalam tidur selamanya, ia hanya mendesis dalam hatinya yang hancur berantakan…
“….ilana……”
End.
Ps:
Cerita ini tentu aja hanya fiktif belaka. Sikapi dengan bijak. Naik gununglah dengan bijak.
***
19 thoughts on “Ganteng Ganteng Pendaki Galau Spin-off: A Short Story”
Sedihnya ?
Tapi gunung2 lagi pada kebakaran, bang acen naik gunung Slamet juga kan
Lagi aman waktu itu hahahahha
Ini yang di tunggu-tunggu bangg 😀
Galau kok ditunggu kikikikik
Fiktif Belaka 🙁 huffff
ya kali sedih amat kalau enelan 🙁
ahhh ini sedihhh 🙁
ahahaha fiktif kok
sedihhnya -,- mau naik slamet jadi deg-degan, semoga nanti perjalanan team kami lancar 🙂
aminnnnn
wah perlu hati-hati pak jika ingin menaiki gunung slamet takutnya nanti pas naik gunungnya marah hehehe
wahahhahha bener bener
makasih yah atas informasinya, jangan lupa kunjungi blog aku juga.
QUEENXXX92
siap thank you udah mampir
Bang Acen bangeeeeeekkk.. Gue bacanya pas Malem minggu, kok rasanya jadi kya kya kya bla bla bla
…..
….apaan dah
Bikin the series lagi bang acen : v
ntar deh kalo mood hahahahah
tragisss amittt