Tentang Pendaki Kekinian

DSCN0798

Beberapa minggu yang lalu.

Kayaknya dua mingguan. Apa semingguan ya? Duh lupa. Maklum aki-aki sok gaul, yes. Yah pokoknya udah agak lama dikit deh.

Gua agak dibikin kesal sama sebuah statement yang muncul dimana-mana, yang merasa bahwa mereka adalah pendaki atau pecinta alam or whatever they call themselves mengenai kebakaran yang terjadi di banyak gunung akhir-akhir ini.

Yes, you call it. Kebakaran di Surya Kencana, Gunung Gede yang bahkan ternyata disebabkan karena api unggun MASYARAKAT YANG BERZIARAH. Kebakaran di Merbabu. Di Sindoro. Di Guntur. Dimanapun yang masih lingkup kegunungan. Ya karena emang bahasan gua kan gunung dan sekitarnya, ntar kalau gua ikut-ikutan bahas #melawanasap #saveriau malah meleber kemana-mana. Meskipun gua juga mendukung gerakan tersebut dalam diam.

Statement kayak apa sih yang bikin gua kesal?

Yang kayak gini:

“Ini nih, gara-gara pendaki kekinian, anak gaul sok-sok naik gunung, yang ada bikin gunung kebakaran. Udah tau lagi musim kemarau!”

Again, apa sih salahnya pendaki kekinian?

Pendaki kekinian, mungkin diartikan sebagian orang sebagai:
1. Mereka yang baru mulai mendaki saat-saat ini.
2. Atau mungkin anak-anak gaul yang latah sama kegiatan mendaki.
3. Atau para hipsters yang tiba-tiba mulai kegiatan mendakinya.
4. Atau orang yang udah kepengen banget naik gunung dari dulu banget, tapi gak bisa, eh kebetulan baru bisa naik sekarang karena banyak alasan, eh pas baru bisa naik sekarang, pas banget kegiatan naik gunung lagi ngehype.

Atau apalah-apalah. Kalau kamu jenis yang mana?

Nah, apa bedanya dengan pendaki kelamaan?

Tentu aja, orang yang udah lama banget mendaki, berkecimpung di dunia pendakian, kebanyakan adalah aktivis mapala dan teman-temannya. Oh oh, sama orang yang merasa bahwa dia sudah sangat berkontribusi sama alam, jadi dia berhak disebut pendaki kelamaan yang tidak kekinian.

Gua ada dimana?

Jujur aja, gua adalah tipe nomer 4, yaitu orang yang udah kepengen banget naik gunung dari dulu banget, tapi gak bisa karena nyokap bokap gua gak ijinin, masuk mapala juga gak boleh, eh kebetulan baru bisa naik gunung pas mahasiswa, pas banget juga kegiatan naik gunung tiba-tiba jadi ngehype. Kalau boleh dirunut lagi, umur gua naik gunung udah lumayan lama. Mungkin bisa dibilang before it was really cool like nowadays. Gua mulai dari 2011. Yah, empat tahun belum waktu yang cukup lama tapi gak bisa dibilang sebentar juga.

Tapi karena gua anaknya mengikuti perkembangan jaman, seperti gonta ganti gadget, pake baju anak-anak distro, aktivis sosial media, jadi anak hipsters instagram, punya celana gemes sampe celana jogger, dan kalau naik gunung bawa bajunya selangit kayak mau fashion show, membuat gua boleh dibilang kekinian.

So, gua berada di posisi pendaki agak lama yang cukup kekinian.

https://www.instagram.com/p/BLoTproA-nC/?taken-by=acentris

Kembali ke persoalan Tentang Pendaki Kekinian.

Apa salahnya pendaki kekinian?

1. Kurangnya informasi dan malesnya cari informasi soal kegiatan mendaki gunung membuat kebanyakan pendaki kekinian naik gunung pake open trip. Hm, tapi gua juga sering pake open trip, karena gak ada waktu buat susun itinerary lagi. You know, kerjaan.

2. Kurangnya pengetahuan tentang kegiatan mendaki gunung dan asal aja naik gunung sehingga banyak yang meninggal. Eh tapi kadang yang meninggal juga bukan pendaki kekinian. Eh tapi kita juga gak tau kan dia itu pendaki kekinian apa bukan.

3. Karena mereka gahul dan pengen pamer di socmed lalu membuat banyak pendaki kekinian lain jadi pada pengen ikutan manjat gunung terus gunungnya jadi rame. Alah, kayak kita naik gunung gak pengen foto aja. Naluriah, Manusiawi.

4. Karena mereka buang sampah sembarangan. Yakin? Pendaki kekinian doang yang buang sampah sembarangan? Yang ngotorin gunung? Yakin banget? Ada buktinya?

5. Karena pendaki kekinian yang bikin api unggun dan bakar-bakar gunung.

Nah, ini yang bikin gua agak naik pitam. Okay, as for info, gua punya banyak temen anggota mapala yang mengaku sering merangsek masuk gunung, mendaki gunung, pada saat gunung lagi DITUTUP. Mantan anggota mapala juga sering naik gunung secara ilegal berlandaskan ilmu survivor mereka dan karena ‘sudah sering’ melakukannya. Begitu juga dengan pendaki kelamaan non-mapala yang merasa jam terbangnya cukup tinggi untuk break the rules peraturan-peraturan tertentu gunung yang bahkan udah jadi Taman Nasional.

Artinya, benarkah, apa yang dituduhkan ‘mereka’ kepada pendaki kekinian?

Gua, sebagai pendaki agak lama yang kekinian aja, begitu tau, Gunung Gede Pangrango ditutupnya diperpanjang nih karena gak ada air dan lagi kemarau, langsung mingkem. Sekangen-kangennya gua sama itu gunung kembar, mau gak mau gua tahan demi kemashlahatan umat bersama.

Dan, gua rasa, banyak pendaki kekinian atau pendaki kelamaan, atau yang berjiwa mapala, dan berjiwa pecinta alam bakal sama mingkemnya kayak gua. Lalu memilih gunung yang aman dan halal untuk didaki. Seperti istri, misalnya. Ehgimana?

Jadi gunung kebakaran salahnya siapa?

Salah temen-temen gua? Salah pendaki kekinian? Salah pendaki kelamaan? Salah mapala?

Bukan. Salah Jokowi.

Pokoknya dikit-dikit salahin Jokowi aja.

Yakali. Wekaweka.

Daripada main salah-salahan, main cari kambing hitam sana sini, mendingan nyari sate kambing kan (katanya) enak. Daripada begitu bagaimana kalau kita bersatu padu menyalahkan keparat-keparat oknum pembakar gunung dan lain sebagainya itu sebagai pendaki bangsat?

Ya, baiknya kita panggil mereka pendaki bangsat. Why?

Karena, menyalahkan pendaki kekinian yang bungkam ketika tau gunung lagi ditutup itu gak bener, menyalahkan mapala yang sering nanjak jalur ilegal juga gak baik. Jadi, sudah barang tentu… ((BARANG TENTU)), jadi, udah jelas kalau ini kelakuannya personal yang emang kayak bangsat aja.

Udah naik gunungnya ilegal, bikin api unggun, ngerokok, lalu apinya gak dimatiin, lalu kebakaran. Kita gak tau pasti dia itu siapa darimana berlabel apa, yang kita tau dia itu pendaki yang punya karakter bangsat.

Kalau emang dari sononya bangsat ya bangsat aja kan. Gak perlu jadi pendaki kekinian atau jadi mapala buat berkelakuan bangsat, bukan?

So, mari kita sama-sama menuduh banyak pelaku vandalisme, penyebab gunung kebakaran, dan lain-lainnya ke para pendaki bangsat ini. Kalau mereka gak terima dikatain bangsat, pasti mereka akan mengubah kelakuan mereka dan menjadi pendaki baik-baik. Karena merekalah yang harus kita bina(sakan), sadarkan, dan ajari caranya mendaki gunung dann menjaga alam yang benar.

Semoga para pendaki bangsat ini segera sadar dan tidak berkelakuan bangsat lagi. Ada amin?

Buat kamu yang suka nuduh-nuduh, kalau kamu merasa jam terbang mendakimu udah tinggi, ilmu mapalamu udah selangit, naik gunungmu udah kemana-mana, apakah lantas kamu menjadi dewa gunung yang bisa memaki, menuduh, dan menyinyiri orang lain sebegitunya?

Apakah gak sebaiknya justru kamu ajari mereka, yang kamu bilang pendaki kekinian, cara naik gunung yang benar?

Itu aja sik.
Maaf kalau agak serius dan tendensius.
Lagi badmood.
Tengs.

Peace, love, stay kekinian and gaul.

Acen.

61 thoughts on “Tentang Pendaki Kekinian”

  1. Denis Destian

    Yes aku juga kekinian,,, haha
    siapapun yang salah mari kita doakan agar dosa meraka di ampuni dan amal perbuatannya di terima, keluarga yang di tinggalkan semoga diberi ketabahan #ehhh (wafat kali ah). Dan kita terhindar dari niat dan dosa perbuatan perbuatan keji itu (Aminnnn)

    Dan terakhir Jangan sampai DPR ikut ikutan dan mereka bikin RUU anti mendaki gunung #eaaaaaa (efek nobar berita….)

  2. Wah kalo gw kekinian juga ga yaaa… Iya tuh kadang-kadang pendaki kelas berat suka gitu sih,harusnya kan buat yang newbie dibilangin baik-baik, kasih taulah gimana caranya mendaki yang bener. jadi jangan main nyalah nyalahin aja… ikutan naik pitam dah gue… 😀

  3. Udah cukup sedih liat gunung-gunung pada gosong, dtambah pada main salah-salahan. Sedih kuadrat! 🙁
    Umur mendaki gue apalagi bang, baru setahun, masih gemes deh pokoknya. Tapi Alhamdulillah dari awal udah diajarin caranya mendaki yang aman dan cinta kebersihan (seenggaknya menurut gue sih). Dengan siapa kita mendaki juga berpengaruh. Kalau temen-temennya baik, Insha Allah jadi baik juga. Kalau temennya jahat, ya coba diajarin jadi baik, jangan malah ikutan jahat. Sekian bang, thanks

  4. Rodema Priyandani

    Mau pendaki kekinian,pendaki kelamaan atau pendaki yg lama dikinikan atau pendaki kini kelamaan (jom*blom) yg penting etika baik tetep di jaga,apalagi pendaki muda yg kece yg kalo di sapa gak ada respon baik balik nyapa heuheu

  5. Setuju pake banget!!!!

    Kalo mereka merasa Gunung milik mereka sendiri dan tidak mau berbagi pengalaman dengan pendaki junior, lalu siapa yang akan melanjutkan pendakian dan exploring gunung-gunung di indonesia!!

    Mereka dengan ringan menyalahkan orang tapi pada saat mereka ada pendaki yang berbuat sembarangan selama pendakian mereka seakan acuh, tidak menegur/memperingati sama sekali..

    Mereka bilang mereka sahabat alam tapi enggan untuk berbagi.. Apa tujuannya pecinta alam / mapala kalo tidak bisa memberi Good influence..

    ????

  6. Dan tidak semua gunung yang terbakar karena ulah pendaki eh manusia. Seperti halnya gunung Guntur dari jaman gua orok (dimana belum banyak yang mendaki gunung tersebut), sampe udah tua eh setengah tua begini sering lihat itu gunung terbakar merah sampe tahun 2015 ini. Jadi jika alam yang melakukannya dia me-recovery memperbaiki dirinya secara perlahan-lahan. Menumbuhkan rerumputan yang akan merimbun sesaat setelah hujan tiba di sana. Hanya saja kita nggak yakin tahun depan jika kemarau lebih dahsyat lagi dari tahun ini kebakaran di sana adalah sebuah keniscayaan.

    http://www.linasasmita.com
    Pendaki Kelamaan 😀

  7. Aceeeeen kenapa dirimu ngamuk-ngamuk gini ceeen. Minum es teh manis dulu cen. :)))
    Gue malah mungkin kebalik dari orang-orang jaman sekarang ya. Kehutanan dari 4 tahun lalu naik gunung (buat praktek dan ngukur2 pohon), sekarang jadi gak gitu semangat dan masih bego kalo naik gunung. Hahahaha. Hidup Acen pendaki agak lama kekinian! :D/

  8. Kalau gw biasanya menyebut mereka (pendaki bangsat) dengan sebutan penikmat alam bang, bukan pecinta alam. Karena seorang oenikmat hanya bisa menikmati untuk kehedonannya mereka ajah, beda yang emang dari hati udah bener-bener mencintai alam hahaha

  9. Berarti saya juga termasuk pendaki kekinian ya, hehe.. naik gunung kalo ada yang ngajak aja..
    Tulisan yang bagus mas Acen. Salam kenal dari nubi. Semoga meskipun pendaki kekinian tetap sadar dengan lingkungan. Dan tidak saling menyalahkan tp mengingatkan.

  10. Tulisannya top mas Acen. Salam kenal dari nubi. Semoga ke depannya meskipun pendaki kekinian makin banyak yang sadar akan lingkungan dan tidak saling menyalahkan.
    Btw, sy juga termasuk pendaki kekinian yang naik kalo lagi ada yang ngajak aja, hehe…

  11. anifahayu fitriyah

    Mungkin lain kali agan post ilmu-ilmu yang bermanfaat saat naik gunung. Kaya yg dipelajarin sama mapala-mapala pro

  12. Tiara Safitri

    Sempet lupa td mapala apaan. Setelah meres otak buat nginget mapala apaan yg keingat malah..

    "Judika – Mapala (Mama papa larang)"

    Hehe ini lucu gak si

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top